Senin, 04 November 2013

PESTISIDA RAMAH LINGKUNGAN


Pestisida Ramah Lingkungan
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.

Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman.
Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali. 


Dalam konsep Pengendalian Terpadu Hama, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian. Prinsip penggunaannya adalah:

a.    Harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain, seperti komponen hayati
b.    Efisien untuk mengendalikan hama tertentu
c.    Meninggalkan residu dalam waktu yang tidak diperlukan
d.   Tidak boleh persistent, jadi harus mudah terurai
e.    Dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum
f.     Harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut
g.    Sejauh mungkin harus aman bagi lingkungan fisik dan biota
h.    Relatif aman bagi pemakai (ld50 dermal dan oral relatif tinggi)
i.      Harga terjangkau bagi petani.

Oleh karena itu pestisida yang ramah lingkungan sangat diperlukan demi kelangsungan lingkunan yang baik dan aman diantaranya adalah beberapa essential oil komersil sekarang telah digunakan oleh petani dan essential oil ini menunjukkan adanya sifat proteksi terhadap hama dari tanaman strawberry, bayam, dan tomat, kata para peneliti.
“Essential oil ini telah berhasil menggantikan banyak produk pestisida yang berbasis arsen”, kata Murray Isman, Ph.D dari Universitas British Columbia. “Tentu saja market essential oil sebagai insektisida masih kecil, akan tetapi pertumbuhannya akan semakin meningkat dan saat itu akan menjadi momentum yang sangat baik bagi pestisida alami ini”
Pestisida alami ini memiliki beberapa keuntungan. Tidak seperti pestisida konvensional, pestisida ini tidak memerlukan ijin secara hukum untuk mempergunakannya dan berita baiknya petani dapat menggunakannya secara langsung. Manfaat lain adalah serangga tidak akan memiliki kesempatan untuk menciptakan sistem resistansi terhadap pestisida ini, dan yang jelas sangat aman bagi para petani yang tentunya berhubungan langsung dengan pengginaan pestisida ini.

Diantara manfaat tersebut, terdapat kekurangan dari pestisida ini yaitu essential oil cenderung lebih cepat menguap dan terdegradasi secara cepat dengan adanya sinar matahari, sehingga para petani cenderung untuk mengaplikasikan pestisida ini beberapa kali dibandingkan dengan pestisida konvensional. Beberapa pestisida alami ini bertahan beberapa jam, dibandingkan pestisida konvensional yang bisa bertahan beberapa hari sampai satu bulan, kerugian yang lain diperlukan konsentrasi yang jauh lebih tinggi untuk dapat berfungsi secara efektif. Para peneliti sekarang bekerja untuk meneliti agar pestisida alami ini dapat bertahan lebih lama dan lebih bersifat potensial.

“Pestisida alami ini masih belum menjadi satu cara efektif untuk mengontrol hama”, kata Isman. Konvensional pestisida tetap menjadi idola dalam mengontrol hama secara efektif untuk mengontrol ulat, belalang, kumbang dan beberapa serangga yang lebih besar, katanya. “Akan tetapi pada akhirnya kita harus tetap memikirkan tentang lingkungan dan keselamatan manusia”.
Pestisida alami ini tidak hanya bermanfaat bagi pertanian.
Beberapa essential oil bermanfaat bagi pengusir serangga di lingkungan rumah tangga. Tidak seperti pembasi serangga rumah tangga yang konvensional yang memiliki bau yang tidak enak, essential oil ini memiliki bau yang enak dan aroma yang menyenangkan. Kandungannya adalah sama seperti yang digunakan dalam produk aromaterapi seperti cinnamon dan peppermint, kata Isman.

Selain menggunakan pestisida essential oil juga data menggunakan pestisida almi dari nabati diantaranya yaitu menggunakan biji srikaya. Siapa tidak kenal buah srikaya? Bentuk buah dan rasanya yang unik kerap membuat srikaya dicari orang. Selain untuk konsumsi, srikaya ternyata memiliki manfaat lain. Biji srikaya yang diolah sedemikian rupa mampu menjadi biopestisida untuk menangkal hama.

Inovasi tersebut lahir dari tangan mahasiswa Departemen Matematika, Fakultas Matematika Institut Pertanian Bogor (IPB). Adalah Prama Adistya Wijaya, Uang Ridwan, Desi Agustiani, Laita Nurjannah, Dinis Syifaulhaq di bawah bimbingan Irma Isnafia Arif berhasil mengawinkan biji srikaya dan Bacillus thuringiensis sehingga mampu membunuh hama wereng hingga 70-80 persen.

“Tujuan penelitian kami untuk menemukan sebuah formula baru yang diduga memiliki kerja ganda terhadap hama. Bacillus thuringiensis yang menyerang organ pencernaan dengan kristal protein dan ekstrak biji srikaya yang telah diketahui memiliki keampuhan dalam membunuh serangga,” ujar Prama.

Bacillus thuringiensis merupakan bakteri gram positif, berflagela, dan mampu membentuk spora. Bakteri ini mempunyai sel-sel vegetatif, berbentuk batang lurus dengan ukuran panjang 3-5 µm dan lebar 1,0-1,2 µm jika ditumbuhkan pada medium cair standar. Pada medium padat, koloni Bacillus thuringiensis berbentuk bulat dengan tepian kerut, berdiameter 5-10 milimeter, berwarna putih, elevasi timbul dan permukaan berkoloni kasar. Sementara itu, secara tradisional, tanaman srikaya atau Annona squmosa L telah banyak dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Serbuk biji srikaya digunakan untuk membasmi kutu anjing dan kutu kepala.

Senyawa aktif utama dalam srikaya yang bersifat insektisida adalah squamosin dengan cara kerja menghambat respirasi pada mitokondria serangga dan secara spesifik menghambat transfer elektron pada proses respirasi sel sehingga serangga kekurangan energi dan terjadi hambatan aktivitas.

“Metode yang kami gunakan adalah dengan mengambil zat toksin dari Bacillus thuringiensis yang terbentuk setelah difermentasi. Substrat antihama yang sudah disaring dinamakan Supernatan Bebas Sel (SBS) yang kemudian dicampurkan dengan ekstrak srikaya,” jelasnya.
“Pada menit ke 30, campuran mampu membunuh 70-80 persen hama. Sedangkan formula biasa hanya mampu membunuh 40-50 persen hama wereng. Daya bunuh yang lebih baik ini diakibatkan kinerja racun ganda pada formula campuran. Hama mendapatkan efek racun pada berbagai organnya, sehingga mempercepat kematian,” imbuh Prama. (as/okezone).

Sumber :







Tidak ada komentar:

Posting Komentar